Sering terjadi kesalahan persepsi bahwa karena komposisi tenaga ahli yang diusulkan memiliki bobot penilaian yang tinggi, maka kandidat-kandidat yang diusulkan sedapat mungkin harus memiliki kualifikasi yang tinggi juga agar bisa memenangkan lelang proyek tersebut. Padahal jika mencermati dokumen pengadaan, belum tentu kandidat tenaga ahli yang memiliki kualifikasi tinggi nilainya pasti di atas kandidat yang secara kualifikasi berada di bawahnya. Untuk menggambarkan kondisi tersebut, berikut ilustrasi yang dapat memberikan penjelasan lebih lanjut.
Ilustrasi:
Dalam sebuah proses tender proyek, pada dokumen pengadaan disebutkan bahwa salah satu kebutuhan tenaga ahli adalah untuk posisi Team Leader dengan kualifikasi sarjana (S1) dengan pengalaman minimal 10 tahun. Ada dua peserta lelang yang mengajukan penawaran sebagai berikut:
- Perusahaan A mengajukan kandidat Mr. F yang memiliki kualifikasi doktor (S3) dengan pengalaman lebih dari 20 tahun
- Perusahaan B mengajukan kandidat Mr. G yang memiliki kualifikasi sarjana (S1) dengan pengalam sekitar 12 tahun
Jika dilihat dari kualifikasi yang dimiliki oleh tenaga ahli yang diusulkan, maka bisa dikatakan bahwa Perusahaan A mengajukan kandidat yang lebih bagus dari Perusahaan B. Namun jika mencermati kualifikasi yang ditentukan dalam dokumen pengadaan (S1 berpengalaman minimal 10 tahun), maka belum tentu nilai (score) dari Mr. F (S3 berpengalaman > 20 tahun) lebih tinggi dari Mr. G (S1 berpengalaman sekitar 12 tahun).
Persyaratan kualifikasi yang telah ditentukan dalam dokumen pengadaan merupakan standar dalam penentuan nilai maksimal yang bisa diperoleh dari kandidat tenaga ahli yang diusulkan oleh peserta lelang. Misalnya nilai maksimal untuk posisi Team Leader adalah 20, maka kandidat yang telah memenuhi persyaratan kualifikasi (S1 berpengalaman 10 tahun) akan memperoleh nilai maksimal 20. Berdasarkan uraian tersebut, maka antara Mr. F dan Mr. G sama-sama berpeluang untuk meraih nilai maksimal, meskipun secara kualifikasi Mr. F lebih tinggi dari Mr. G. Bahkan dalam kondisi tertentu Mr.G (jika memiliki banyak pengalaman proyek sejenis) bisa lebih tinggi nilainya dibandingkan Mr.F.
Mengacu pada ilustrasi tersebut di atas, maka sudah seharusnya peserta lelang lebih optimal (bukan maksimal) dalam mengusulkan kandidat tenaga ahli yang diusulkan dalam dokumen penawarannya, karena semakin tinggi kualifikasi yang diajukan bukan berarti akan semakin tinggi pula nilai yang akan diperolehnya. Selain itu kualifikasi yang dimiliki oleh seorang tenaga ahli juga akan berpengaruh terhadap negosiasi remunerasi antara peserta lelang dengan tenaga ahli yang bersangkutan dan bisa menjadi permasalahan jika ternyata kandidat tersebut tidak setuju dengan remunerasi yang akan diperolehnya.
Sekali lagi, cermati kualifikasi tenaga ahli yang dipersyaratkan dalam dokumen pengadaan proyek sebelum mengusulkannya dalam dokumen penawaran.

Komentar
Posting Komentar